sahabat

sahabat
cimo, bebex, lia, aidut

Sabtu, 23 Juli 2011

Referat Forensik Asfiksia autoerotik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Asfiksia autoerotik merupakan salah satu fenomena yang sering dijelaskan dalam literatur medis, terutama dalam bidang kedokteran forensik. Perilaku ini merupakan salah satu gangguan mental non psikotik, dimana pelaku melakukan tindakan aneh yang tidak biasa, yang diperlukan untuk memenuhi kepuasan sexual yang dilakukan terus-menerus dan berulang kali tanpa sadar.(Fedakar, 2008)
Asfiksia autoerotik dapat ditemukan pada semua ras di seluruh dunia dan di setiap jenjang status sosial ekonomi. Akan tetapi biasanya korban adalah remaja atau dewasa muda dengan kelompok usia yang paling sering adalah usia 12 sampai 25 tahun. Laki-laki paling sering ditemukan, terutama laki-laki kulit putih, sedangkan wanita lebih jarang. Di Amerika Serikat saja didapatkan 250 sampai 500 kasus kematian autoerotik setiap tahunnya. Estimasi rasio perbandingan pria-wanita adalah sekitar ≥ 25-50 : 1. Adapun kurangnya korban wanita disebabkan karena wanita kurang aktif pada masalah seksual. Kebanyakan korban adalah kaum homoseksual, seorang heteroseksual, penyendiri, biasanya berstatus lajang. (http://www.bbc.co.uk/dna/h2g2/A4901140)
Menurut hasil survey YPKN, terdapat 4000-5000 kaum homoseksual di Jakarta. Sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan 260.000 dari enam juta penduduk JawaTimur adalah kaum homoseksual. Secara Nasional, sekitar 1% dari total penduduk Indonesia adalah kaum homoseksual. Di Indonesia sendiri banyak berdiri organisasi-organisasi yang menaungi kaum homoseksual. Manifestasi perilaku homoseksual modern cenderung merupakan gaya hidup urban. Hal-hal tersebut diatas yang menyebabkan komunitas kaum homoseksual di Indonesia semakin meningkat.Meningkatkan jumlah kaum homoseksual, dapat meningkatkan kelainan pemuasaan kebutuhan seksual.(Petra, 2006)
Sementara di Indonesia masih kurangnya data tentang kematian yang disebabkan oleh asfiksia autoerotik. Kasus kematian autoerotik yang paling sering ditemukan adalah asfiksia sebagai akibat dari penggantungan, penjeratan, penggunaan alat yang membahayakan, atau penyebab asfiksia lainnya. Dan kematian autoerotik biasanya disebabkan oleh gagalnya penyelamatan diri sendiri pada saat korban melakukan perangsangan seksual yang tidak lazim ini. (http://www.forensic.to/webhome/sasidiab/sexual%20asphyxia.pdf)
1.2    Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahuiidentifikasi korban kematian karena asfiksia autoerotik
1.2.2. Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui perbedaan identifikas antara korban pembunuhan, bunuh diri dan faktor ketidaksengajaan yang menjadi penyebab kematian asfiksia autoerotik
b.      Untuk meningkatkan pengetahuan dokter tentang asfiksia autoerotik
1.2        Manfaat
Agar para dokter dapat membedakan antara pembunuhan, bunuh diri dan faktor ketidaksengajaandalam proses identifikasi.
BAB II
PERMASALAHAN

Tugas dokter dalam menangani dan memeriksa korban terkadang menemui kesulitan.
Adapun permasalahan yang dibahas meliputi
2.1. Definisi Asfiksia Autoerotik
2.2. Epidemiologi Asfiksia Autoerotik
2.3. Etiopatogenesis Asfiksia Autoerotik
2.4. Gejala Kematian Pada Asfiksia
2.5. Klasifikasi Asfiksia Autoerotik
2.6.Gambaran Umum Postmortem Pada Asfiksia Karena Gantung Diri
2.7.Identifikasi Korban karena pembunuhan
2.8. Identifikasi Korban karena bunuh diri
2.9. Identifikasi Korban karena faktor ketidaksengajaan
2.10. Aspek Medikolegal pada kematian autoerotik
2.11. Contoh kasus
BAB III
PEMBAHASAN

3.1         Definisi Asfiksia Autoerotik
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia
Autoerotisme adalah perilaku menstimulasi diri sendiri secara seksual. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh seksologis asal Inggris Havelock Ellis, yang mendefinisikan autoerotisme sebagai “ Suatu fenomena munculnya rangsangan seksual secara spontan yang dipicu oleh tidak adanya rangsangan dari luar baik secara langsung maupun tidak langsung dari orang lain. Praktek autoerotik yang paling sering adalah masturbasi, dan kedua istilah ini ( autoerotisme dan masturbasi )sering dianggap sinonim, meski masturbasi dapat dilakukan berpasangan.(http://www. wikipedia.com)
Kematian autoerotik didefenisikan sebagai suatu kematian yang tidak disengaja (Accidental) yang dilakukan bukan untuk menyakiti diri sendiri akan tetapi untuk mencapai kepuasan seksual yang dilakukan oleh karena adanya suatu kelainan paraphilia baik letal maupun non-letal,dilakukan dengan cara pengantungan, penjeratan, plastik-bag asphixation, elektrofilia, dan anestesiofilia, dimana pada saat terjadi hipoksia dapat meningkatkan kepuasan seksual pada korban. Dan kematian autoerotik biasanya disebabkan oleh gagalnya penyelamatan diri sendiri pada saat korban melakukan perangsangan seksual yang tidak lazim ini.. Pada hampir semua kasus, paling sering dialami oleh usia dewasa pertengahan.
Korban biasanya menggunakan peralatan yang dapat menstimulasi rasa sakit, dengan benda-benda pornografi dan adanya bukti trans fetihisme seperti menggunakan pakaian wanita. Untuk menyingkirkan kemungkinan bunuh diri atau pembunuhan, penyidik harus memeriksa tempat kejadian perkara dan menemukan bukti-bukti sebelum memastikan kematian tersebuat adalah suatu kematian autoerotik.Lokasi yang dipilih pelaku biasanya tempat yang sunyi, dan seringkali disertai bukti perilaku autoerotik yang berulang.Berkas tali, utamanya pada kasus penjeratan leher, selalu ditemukan abrasi atau memar. (Tsokos, 2004)

3.2         Epidemiologi Asfiksia Autoerotik
Asfiksia autoerotik dapat ditemukanpada semua ras di seluruh dunia dan di setiap jenjang status sosial ekonomi. Akan tetapi biasanya korban adalah remaja atau dewasa muda dengan kelompok usia yang paling sering adalah usia 12 sampai 25 tahun. Korban yang paling sering ditemukan adalah laki-laki kulit putih, sedangkan pada wanita kasusnya sangat sedikit. Di Amerika Serikat saja didapatkan 250 sampai 500 kasus kematian autoerotik setiap tahunnya.. Estimasi rasio perbandingan pria-wanita adalah sekitar ≥ 25-50 : 1. Adapun kurangnya korban wanita disebabkan karena wanita kurang aktif pada masalah seksual.Kebanyakan korban adalah seorang heteroseksual, penyendiri, biasanya berstatus lajang.
Kebanyakan korban adalah kaum homoseksual, seorang heteroseksual, penyendiri, biasanya berstatus lajang.Menurut hasil survey YPKN, terdapat 4000-5000 kaum homoseksual di Jakarta sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan 260.000 dari enam juta penduduk JawaTimur adalah kaum homoseksual. Secara Nasional, sekitar 1% dari total penduduk Indonesia adalah kaum homoseksual. (http://www.bbc.co.uk/dna/h2g2/A4901140)

3.3         Etiopatogenesis Asfiksia Autoerotik
Asfiksia autoerotik dapat di stimulasi dengan cara:
a.       Penjeratan leher (penggantungan, pencekikan)
b.      Ikatan yang kuat (membungkus badan seperti kepompong)
c.       Masker muka dengan memakai suatu bahan kimia
d.      Memakai penutup plastic
e.       Penyumbatan mulut
f.       Kompresi dada
g.      Penenggelaman
Dari semua cara diatas yang paling sering ditemukan adalah asfiksia sebagai akibat dari penggantungan (hanging). Oleh karena itu, kematian autoerotik asfiksia dikategorikan sebagai kematian autoerotik tipikal, sedangkan yang bukan karena asfiksia dikategorikan atipikal. (Memchoubi, 2004)
Kegiatan autoerotik dilakukan bukan untuk menyakiti diri sendiri akan tetapi untuk mencapai kepuasan seksual yang dilakukan oleh karena adanya suatu kelainan paraphilia baik letal maupun non-letal,dilakukan dengan cara pengantungan, penjeratan, plastik-bag asphixation, elektrofilia, dan anestesiofilia, dimana pada saat terjadi hipoksia dapat meningkatkan kepuasan seksual pada korban.
Mekanisme dasar dari asfiksia autoerotik adalah menginduksi hipoksia serebral yang bertujuan untuk merangsangsemihalusinogenik dan derajat euphoria sehingga meningkatkan kepuasan seksual .Kategori asfiksia seksual yang paling sering didapatkan ada tiga, yaitu penjeratan, mati lemas, dan asfiksia karena bahan kimia seperti bahan anestesi, dan volatile agents.Cara yang paling cepat menyebabkan hipoksia serebral adalah penggantungan (hanging).Hal ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran dalam waktu kurang dari 10 detik dengan penekanan seberat 7 pon pada arteri karotis.Korban biasanya memakai bantalan berupa handuk atau syal untuk menghindari terbentuknya bekas lecet.
Pada beberapa kasus penggantungan, tali, kalung anjing, atau rantai dikaitkan pada langit-langit, balok,atau pipa. Sesuai dengan definisinya yaitu “ kecelakaan ( accidental ) “, maka penggantungantanpa adanya kontak anggota tubuh dengan lantai, tempat tidur, atau kursi, tidak pernah didapatkan pada kematian autoerotik “Accidental”, dimana variasi penggantungan yang seperti ini disebut penggantungan atipikal atau inkomplit.
Penurunan kesadaran sebagai akibat sekunder dari hipoksia serebral dapat menyebabkan kehilangan keseimbangan, ketidakmampuan mengontrol posisi, dan pada akhirnya penurunan kesadaran.Selain itu, penekanan yang sangat kuat pada arteri karotis bilateral dapat menyebabkan penurunan kesadaran secara tiba-tiba.Hipoksia menyebabkan perubahan awal pada pusat daerah inhibitor seksual di hipocampus dan sistem limbik. Sementara neuron simpatis terlibat dalam proses ereksi penis dan ejakulasi yang diaktifkan melalui mekanisme mekanik, kimia, stimulasi listrik. Empat mekanisme yang menyebabkan terjadinya hipoksia yaitu:
1.      Obstruksi leher
2.      Kekurangan Oksigen
3.      Obstruksi jalan nafas
4.      Kompresi dada
Para Praktisi mencoba untuk menghubungkan mekanisme-mekanisme ini dengan menggunakan metode-metode baru yang memiliki tingkat kepuasan maksimum dengan resiko minimum. (capatina, 2009)

3.4 Gejala Kematian Pada Asfiksia
Ada 4 stadium gejala / tanda dari asfiksia, yaitu
a.       Fase dispneu / sianosis
b.      Fase konvulsi
c.       Fase apneu
d.      Fase akhir / terminal / final
Pada fase dispneu / sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit. Fase ini terjadi akibat rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida. Tingginya kadar karbon dioksida akan merangsang medulla oblongata sehingga terjadi perubahan pada pernapasan, nadi dan tekanan darah. Pernapasan terlihat cepat, berat, dan sukar.Nadi teraba cepat.Tekanan darah terukur meningkat.
Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit.Awalnya berupa kejang klonik lalu kejang tonik kemudian opistotonik.Kesadaran mulai hilang, pupil dilatasi, denyut jantung lambat, dan tekanan darah turun.
Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita amati berupa adanya depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun sampai hilang dan relaksasi spingter.
Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernapasan lengkap.Denyut jantung beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian mati.


3.5 Klasifikasi Asfiksia Autoerotik
Kematian autoerotisme dapat juga diklasifikasikan sebagai parafilia yang dilakukan secara berlebihan yang dilakukan untuk mencapai kepuasan seksual. Parafilia sendiri diartikan sebagai penyimpangan seksual yang ditandai oleh adanya suatu fantasi seksual yang sering dan berulang, perilaku atau aktivitas seksual yang melibatkan:
a.       Objek selain manusia
b.      Menyakiti diri sendiri atau pasangannya
c.       Anak-anak yang telah timbul selama 6 bulan.
Yang menyebabkan ketidakmampuan dalam hal sosial, pekerjaan, ataupun fungsi penting lainnya.Parafilia dapat dibagi menjadi parafilia letal dan non-letal. Parafilia non-lethal dapat dijabarkan menjadi 8 tipe kelainan
1.      Ekshibisme : perilaku berulang-ulang yang dilakukan dengan memperlihatkan salah satu alat kelamin kepada seseorang yang tidak dikenal atau bisa juga memperlihatkan alat kelamin di tempat umum atau dilihat oleh orang yang tidak dikenal.
2.      Fetihisme : menggunakan suatu objekatau suatu benda untuk menimbulkan rangsangan seksual. Partialisme mengacu pada fetihisme yang menggunakan salah satu bagian dari tubuhnya (selain alat kelamin) untuk menimbulkan rangsangan seksual.
3.      Frotteurisme : perilaku berulang-ulang dengan menyentuh atau menggosokkan pada orang yang tidak against a nonconsenting person.
4.      Pedophilia : kelainan psikologi dimana orang dewasa mendapatkan kepuasan seksual dengan melakukannya pada anak-anak atau dapat juga dikategorikan sebagai kekerasan seksual pada anak.
5.      Masokisme : perilaku dimana ada keinginan untuk disakiti, dipukul atau apapun yang dapat membuatnya menderita untuk mencapai kepuasan seksual.
6.      Sadisme : perilaku dimana timbul keinginan untuk menyakiti ataupun menimbulkan rasa sakit pada orang lain untuk menimbulkan kepuasan seksual.
7.      Transver fetihisme : kebiasaan menggunakan pakaian dari lawan jenisnya.
8.      Voyerisme : perilaku dimana suka melihat atau mengintip seseorang yang sedang telanjang, atau mengintip suatu aktivitas seksual.
Parafilia lethal merupakan penyebab paling sering pada kematian autoerotik, dibagi menjadi: :
Jenis parafilia
Contoh dan Variasi
Sexual asphixophilia
Penjeratan leher ( pengantungan, pencekikan )
Ikatan yang kuat (membungkus badan seperti kepompong)
Masker muka dengan memakai suatu bahan kimia
Memakai penutup plastik
Penyumbatan mulut
Kompresi dada
Penenggelaman
Sexual anesthesiophilia
Nitrat Oxide
Ketamine
Ether
Kloroform dan zat-zat halogenik
Bahan-bahan yang disemprotkanseperti bensin, metana, menghirup zat karbondioksida
Obat-obatan ( amphetamine, kokain )
Sexual electrophilia
Secara langsung dengan kabel dari peralatan elektronik seperti televisi,lampu meja, ataupun dari peralatan bertegangan rendah seperti mainan anak-anak pada penis, rectum, atau putting susu
Sexual masochisme
Memasukkan benda asing yang terlalu besar atau tidak bersih
Memasukkan barang-barang ke dalam mulut.
Memasukkan sesuatu untuk menimbulkan nyeri peritoneal misalnya dengan pisau.

Pada kematian autoerotik (paraphilia lethal), seperti asphyxiophilia, masokisme, elektrofilia, atau anestesiofilia, kematian yang terjadi merupakan kematian yang tidak disengaja.(Accidental).Oleh karena itu, kematian autoerotik dapat didiagnosa apabila korban dalam keadaan sendiri, kematian yang tidak disengaja, dan disebabkan oleh parafilia. Berdasarkan definisi diatas, maka pengklasifikasian autoerotik menjadi tipikal atau atipikal tergantung pada ada tidaknya bukti adanya suatu kelainan parafilia dan atau peralatan bantu yang digunakan. Pada kasus tipikal, vibrator, ataupun benda lain yang berkenaan dengan alat kelamin dapat ditemukan, tetapi tidak demikian pada kasus atipikal. Dalam hal ini, peralatan digunakan baik secara aktif maupun pasif untuk meningkatkan imajinasi seksual, bukan untuk fetihisme atau transvetisme.

3.6 Gambaran Umum Postmortem Pada Asfiksia Karena Gantung Diri
Dari semua cara kematian akibat asfiksia autoerotik yang paling sering ditemukan adalah asfiksia sebagai akibat dari penggantungan (hanging).Hanging adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian.Alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher.Penyebab kematian akibat hanging adalah asfiksia, iskemik otak, reflek vagus dan kerusakan medulla oblaongata.
Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi :
a. Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil dibandingkan jika menggunakan tali yang besar. Bila alat penjerat mempunyai permukaan yang luas, yang berarti tekanan yang ditimbulkan tidak terlalu besar tetapi cukup menekan pembuluh balik, maka muka korban tampak sembab, mata menonjol, wajah berwarna merah kebiruan dan lidah atau air liur dapat keluar tergantung dari letak alat penjerat. Jika permukaan alat penjerat kecil, yang berarti tekanan yang ditimbulkan besar dan dapat menekan baik pembuluh balik maupun pembuluh nadi; maka korban tampak pucat dan tidak ada penonjolan dari mata.
b. Alur jerat : bentuk penjeratannya berjalan miring (oblik atau berbentuk V) pada bagian depan leher, dimulai pada leher bagian atas di antara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang.
c. Tanda penjeratan atau jejas jerat yang sebenarnya luka lecet akibat tekanan alat jerat yang berwarna merah kecoklatan atau coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen, disebut tanda parchmentisasi, dan sering ditemukan adanya vesikel pada tepi jejas jerat tersebut dan tidak jarang jejas jerat membentuk cetakan sesuai bentuk permukaan dari alat jerat.
d. Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit dibagian bawah telinga, tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga.
e. Pinggiran berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi disekitarnya.
f. Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau lebih bekas penjeratan.Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak 2 kali.
Karena asfiksia merupakan mekanisme kematian, maka secara menyeluruh untuk semua kasus akan ditemukan tanda-tanda umum yang hampir sama, yaitu:
a. Pada pemeriksaan luar:
·         Muka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan) yang disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada HbO2.
·         Mata menonjol keluar; oleh karena pecahnya oleh bendungan kepala, dimana vena-vena terhambat sedang arteri tidak.
·         Lidah menjulur; tergantung dari letak jerat. Bila tepat di kartilago tiroid lidah akan terjulur sedang jika di atasnya lidah tidak akan terjulur.
·         Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan simpul tali. Keadaan ini menunjukkan tanda pasti penggantungan ante-mortem.
·         Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung. Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang.
·         Tardieu’s spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieu’s spot merupakan bintik-bintik perdarahan (petekie) akibat pelebaran kapiler darah setempat.
·         Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena terhambatnya pembekuan darah dan meningkatnya fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih gelap karena meningkatnya kadar HbCO2 dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir. Tingginya fibrinolisin ini sangat berhubungan dengan cepatnya proses kematian.Lebam mayat dan bintik-bintik perdarahan terutama pada bagian akral dari ekstremitas, sangat tergantung dari lamanya korban dalam posisi tergantung
·         Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya fenomena kocokan pada pernapasan kuat.
·         Keluarnya mani, darah (sisa haid), urin dan feses akibat kontraksi otot polos pada saat stadium konvulsi pada puncak asfiksia.Hal ini bukan merupakan tanda khas dari penggantungan dan keadaan ini tidak selalu menyertai penggantungan.

b.      Pada pemeriksaan dalam:
·         Organ dalam tubuh lebih gelap dan lebih berat serta pada pengirisan banyak mengeluarkan darah
·         Tanda bendungan pembuluh darah otak
·         Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair karena fibrinolisin darah yang meningkat pasca kematian.
·         Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika da fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis.
·         Busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernafasan disertai sekresi selaput lender saluran nafas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran yang sempit akan menimbulkan busa yang kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
·         Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.
·         Jaringan yang berada dibawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan seperti perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama. Pada jaringan dibawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya.
·         Platisma atau otot lain disekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang disertai dengan tindak kekerasan.
·         Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur. Resapan darah hanya terjadi didalam dinding pembuluh darah.
·         Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada penggantungan yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang dimana tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah disekitar fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya ante-mortem.
·         Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi. Pada korban diatas 40 tahun, patah tulang ini darap terjadi bukan karena tekanan alat penjerat tetapi karena terjadinya traksi pada penggantungan.
·         Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi pada korban hukuman gantung
·         Darah dalam jantung gelap dan lebih cair.

3.7 Identifikasi Korban Gantung Diri Karena Pembunuhan
Pembunuhan yang dilakukan dengan metode menggantung korban, biasanya dilakukan bila korbannya anak-anak atau orang dewasa yang kondisinya lemah baik oleh karena penyakit atau dibawah pengaruh obat, alcohol, atau korban sedang tidur.Sering ditemukan kejadian penggantungan tetapi bukan kasus bunuh diri, namun kejadian diatur sedemikian rupa hingga menyerupai kasus penggantungan bunuh diri. Beberapa tanda yang mengarah pada gantung diri karena pembunuhan:
a.       Tidak mengenal batas usia, karena tindakan pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari korban dan tidak bergantung pada usia
b.      Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus, mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher, karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat simpul tali
c.       Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat
d.      Macam simpul pada jerat di leher
- Simpul hidup : Umumnya pada kasus bunuh diri.
- Simpul mati : Bila dilonggarkan maksimal, apakah dapat melewati kepala. Bila dapat biasanya bunuh diri
.
e.       Arah serabut tali penggantung: arah serabut tali tidak menuju korban mengarah padadibunuh terlebih dulu
f.       Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk bunuh diri
g.      Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban biasanya mengarah kepada pembunuhan
h.      Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada kasus pembunuhan
i.        Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantungpada tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan
j.        Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan terkunci dari luar, maka penggantungan adalah kasus pembunuhan
k.      Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
3.8 Identifikasi Korban karena bunuh diri
Pemeriksaan post-mortal pada kasus gantung diri atau penggantungan dipengaruhi oleh mekanisme kematiannya; mekanisme kematian yang berbeda akan memberikan gambaran post-mortal yang berbeda.
Pemeriksaan tempat kejadian.
a.       Keadaan di TKP (tempat kejadian perkara) pada kasus bunuh diri, keadaanya tenang, di ruang atau tempat tersembunyi atau pada tempat yang sudah tidak digunakan
b.      Pakaian korban : Pada kasus bunuh diri biasa ditemukan pakaian korban cukup rapih, sering didapatkan surat peninggalan dan tidak jarang diberikan alas sapu tangan sebelum alat jerat dikalungkan ke leher.
Ada
nya alat penumpu seperti bangku dan sebagainya
Jumlah lilitan : Semakin banyak jumlah lilitan, dugaan bunuh diri makin besar
c.       Arah serabut tali penggantung: arah serabut tali menuju korban mengarah ke bunuh diri.
d.      Distribusi lebam mayat. Diperiksa apakah sesuai dengan posisi korban yang tergantung atau tidak.
e.       Macam simpul pada jerat di leher
- Simpul mati : Bila dilonggarkan maksimal, apakah dapat melewati kepala. Bila dapat biasanya bunuh diri,. Bila tidak, curiga pembunuhan.
f.       Jarak ujung jari kaki dengan lantai.
Pada kasus bunuh diri, posisi korban yang tergantung lebih mendekati lantai, berbeda dengan pembunuhan dimana jarak antara kaki dan lantai cukup lebar.
g.      Tidak adanya tanda-tanda perlawanan.

3.9  Identifikasi Korban Asfiksia Autoerotik
Pada umumnya mirip dengan korban bunuh diri dengan cara penggantungan, namun ada beberapa hal yang dapat membedakannya, yaitu:
No
Karakteristik
Penjelasan
1.
Lokasi
Daerah terpencil, atau terisolasi, yang dimaksudkan untuk menjaga privasi.
Kamar yang terkunci dari dalam.
Bukti adanya aktifitas seksual sendiri.
2.
Posisi Tubuh
Tidak pernah didapatkan “free hanging” pada kematian autoerotik asfiksia. Tubuh korban biasanya separuh menyentuh lantai, atau bahkan berdiri.
3.
Benda-benda yang beresiko tinggi
Peralatan atau benda-benda yang berpotensi letal digunakan dalam aktivitas autoerotik untuk meningkatkan kepuasan baik fisik maupun psikologik, dan berpotensi menyababkan kematian.
4.
Mekanisme penyelamatan diri
Peralatan yang memungkinkan korban untuk menghentikan benda-benda beresiko tinggi yang digunakan ( misalnya pisau ).
5.
Pengikatan
Menggunakan benda atau alat tertentu yang dapat menimbulkan fantasi psikologik yang signifikan bagi korban. Penting diperhatikan bahwa ikatan yang dibuat dapat dengan mudah dilepaskan sendiri.
6.
Perilaku Masokistik
Memberikan rasa sakit pada area seksual atau area lainnya di tubuh, indicator adanya perilaku serupa sebelumnya menunjukkan suatu perilaku autoerotik.
7.
Pakaian
Korban dapat berpakaian fetihistik, yaitu mengenakan barang-barang kewanitaan. Korban dapat pula mengenakan pakaian wanita seutuhnya, tanpa pakaian sama sekali, ataupun tertutup sebagian.
8.
Lapisan pelindung
Untuk mencegah terlihat oleh orang lain, kerusakan yang diakibatkan biasanya terjadi pada daerah yang tertutup oleh pakaian, dan atau penggunaan pelapis seperti syal, atau handuk untuk mencegah abrasi atau alur luka.
9.
Paraphernalia seksual
Benda yang ditemukan pada korban atau di sekitar korban yang berhubungan dengan fantasi seksual (vibrator, cermin, foto, film, pakaian dalam wanita, dsb.)
10.
Aktifitas masturbasi
Ada atau tidak adanya cairan semen di lokasi kejadian bukanlah suatu indikator suatu kematian autoerotik.Aktifitas masturbasi dianggap ada apabila ditemukan cairan semen pada tangan atau handuk.
11.
Bukti aktifitas autoerotik berulang
Bukti adanya aktifitas autoerotik berulang.
12.
Tidak ada perencanaan bunuh diri
Korban diketahui telah membuat rencana masa depan, misalnya akan mengunjungi seseorang, traveling.
Tidak didapatkannya surat bunuh diri bukan merupakan indikasi suatu kematian autoerotik. Apabila didapatkan, maka harus dipastikan bahwa surat tersebut ditulis pada waktu yang berdekatan dengan saat kematian.

Penyidik di tempat kejadian perkara juga harus waspada terhadap kemungkinan telah disingkirkannya barang bukti berupa pakaian wanita atau benda lainnya oleh keluarga untuk mengaburkan cara kematian, untuk menghindari stigma sosial. Sebagai contoh, pada kasus yang dilaporkan oleh Garza dan Landron menyebutkan bahwa ayah korban memindahkan gambar porno dari tempat kejadian perkara.
Perlu diingat bahwa tidak semua kriteria yang disebutkan harus didapatkan. Setidaknya karakteristik berikut wajib untuk ditemukan: 1). Keinginan menjaga privasi, 2). Bukti adanya aktivitas seksual sendiri, 3). Bukti praktek autoerotik berulang, 4). Tidak ada bukti keinginan bunuh diri. (3)
Gambar 3.1 Korban Asfiksia Autoerotik

Gambar 3.2 Pengait permanen pada langit-langit yang digunakan untuk memfasilitasi perilaku autoerotik berulang (B) dan gambar-gambar pornografi

Gambar 3.3 Kaki Korban Menyentuh Lantai

Gambar 3.4 Asfiksia Autoerotik Dengan Penutup Plastik

Gambar 3.5 Ikatan Pada Tubuh Bagian Anterior
Gambar 3.6 Ikatan Pada Tubuh Bagian Posterior

3.10          Aspek Medikolegal pada kematian autoerotic
Kematian autoerotik dapat memberikan gambaran yang mirip dengan pembunuhan ataupun bunuh diri.Madea melaporkan satu kasus pembunuhan dengan pembekapan dan penjeratan yang awalnya dianggap suatu kematian autoerotik.Untuk menyingkirkan pembunuhan atau bunuh diri, penyidik harus melakukan olah tempat kejadian perkara dengan teliti sebelum mematikan kematian yang terjadi adalah suatu kematian autoerotik.Karena keinginan menjaga kerahasiaan dan privacy, maka lokasi yang biasanya dipilih adalah tempat yang sepi, seringkali dengan bukti adanya praktek autoerotik berulang, seperti adanya pengait permanen pada dinding atau langit-langit ruangan sebagai fasilitas penggantungan.
Korban ditemukan dalam keadaan sendiri, kadang di area terbuka yang terisolasi, tetapi paling sering di dalam kamar yang terkunci dari dalam.Ditemukannya cermin yang memungkinkan pelaku untuk mengamati sendiri aktifitasnya, bukan suatu kriteria yang khas pada kematian autoerotik, mengingat hal ini juga dapat ditemukan pada kasus bunuh diri.Pengikatan juga sering ditemukan, dengan metode yang rumit dan aneh serta ditemukannya tali atau pita pada alat genital.Penyidik ditempat kejadian perkara harus dapat meyakinkan bahwa ikatan yang ada sebenarnya dapat dilepaskan oleh korban sendiri. Bukti penting lain dapat menyingkirkan bunuh diri adalah adanya pelapis tali yang digunakan untuk mencegah abrasi atau memar. Namun adanya abrasi dan memar bukanlah tanda pasti suatu pembunuhan, sebab pada asfiksiofilia atau elektrofilia bergeraknya tubuh dapat menyebabkan benturan berulang pada permukaan disekitar korban.Kurangnya bukti yang mengarah ke bunuh diri, dan tidak adanya bukti keinginan bunuh diri atau depresi semasa hidup, dapat menjadi suatu pegangan diagnostik untuk kematian autoerotik.
Pada beberapa kasus, sangat sulit membedakan kematian autoerotik dengan bunuh diri, meski didapatkannya benda-benda seksual di tempat kejadian mengarahkan pada suatu kematian autoerotik. Melalui penyelidikan mengenai kehidupan dan lingkungan pelaku, serta tempat kejadian perkara, terkadang mengarahkan ke suatu “ physicologycal autopsy”, yang efektif untuk menentukan cara kematian.

3.11     Contoh kasus
Seorang bintang kungfu,  David Carradine ditemukan tergantung di kamar mandi dalam suite mewahnya di salah satu hotel di Bangkok, Thailand, pada 4 Juni 2009. Saat ditemukan, leher Carradine terikat tali yang tersambung ke alat kelaminnya. Keluarga kemudian menyewa ahli patologis forensik yang berbasis di New York, Amerika Serikat, Dr Michael Baden untuk menyelidiki penyebab kematian Carradine. Dari hasil otopsi di duga dia meninggal karena asfiksia autoerotik.



BAB IV
PENUTUP

1.1         Kesimpulan
1.      Kematian autoerotik didefenisikan sebagai suatu kematian yang tidak disengaja (Accidental) yang dilakukan bukan untuk menyakiti diri sendiri akan tetapi untuk mencapai kepuasan seksual yang dilakukan oleh karena adanya suatu kelainan paraphilia baik letal maupun non-letal,dilakukan dengan cara pengantungan, penjeratan, plastik-bag asphixation, elektrofilia, dan anestesiofilia, dimana pada saat terjadi hipoksia dapat meningkatkan kepuasan seksual pada korban.
2.      Kematian akibat asfiksia autoerotik yang paling sering adalah akibat hanging, ciri-ciri hanging pada asfiksia autoerotic adalah:
a.       Tempat  privasi.
b.      Kaki selalu menyentuh lantai.
c.       Adanya mekanisme penyelamatan diri.
d.      Adanya benda-benda yang memicu fantasi seksual.
e.       Ikatan tali mudah dilepaskan.
f.       Adanya riwayat kelainan seksual
g.      Korban biasaya dalam keadaan telanjang.
h.      Adanya ikatan tali pengait yang permanen
i.        Tidak ada rencana bunuh diri.
3.      Ciri-ciri hanging akibat bunuh diri adalah :
a.       Keadaan di TKP tenang atau tidak digunakan
b.      Pakaian korban cukup rapih, sering didapatkan surat peninggalan
Ada
nya alat penumpu seperti bangku dan sebagainya
Jumlah lilitan : Semakin banyak jumlah lilitan, dugaan bunuh diri makin besar
c.       Arah serabut tali penggantung: arah serabut tali menuju korban mengarah ke bunuh diri.
d.      Macam simpul pada jerat di leher
- Simpul mati : Bila dilonggarkan maksimal, apakah dapat melewati kepala. Bila dapat biasanya bunuh diri,. Bila tidak, curiga pembunuhan.
e.       Jarak ujung jari kaki mendekati lantai.
f.       Tidak adanya tanda-tanda perlawanan.
4.      Ciri-ciri hanging akibat pembunuhan adalah:
a.       Tidak mengenal batas usia.
b.      Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus, mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher, karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat simpul tali
c.       Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat
d.      Macam simpul pada jerat di leher
- Simpul mati : Bila dilonggarkan maksimal, apakah dapat melewati kepala. Bila dapat biasanya bunuh diri
.
e.       Arah serabut tali penggantung: arah serabut tali tidak menuju korban mengarah padadibunuh terlebih dulu
f.       Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk bunuh diri
g.      Ada cedera atau luka-luka.
h.      Tangan dalam keadaan terikat.
i.        Mayat ditemukan tergantungpada tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan
j.        Biasanya ruangan ditemukan terkunci dari luar.
k.      Ada tanda-tanda perlawanan
1.2         Saran
Jika menghadapi seorang korban gantung diri, seorang dokter seharusnya dapat membedakan korban gantung diri karena pembunuhan, bunuh diri, atau karena kegiatan autoerotik (asfiksia autoerotik).


DAFTAR PUSTAKA

1.      Adesia, Veronica. 2009. Definisi Dan Proses Homoseksual. www.e-psikologi.com
2.      Anonim. 2005. Autoerotic Asphyxia. www.bbc.co.uk
3.      Atanasijevic, Tatjana. 2009. Accidental Death Due To Complete Autoerotic Asphyxia Associated With Transvestic Fetishism. Institute Of Forensic Medicine, School Of Medicine Serbia
4.      Capatina, Corneliu. 2009. Autoerotic Asphyxial Hanging. Romanian Society Of Legal Medicine
5.      Fedakar, Recep. 2008. Autoerotic Asphyxial By Hanging. Forensic Medicine Department, Turkey
6.      Hucher, Stephen. 2005. Autoerotic Asphyxial. www.forensicpsychiatry.ca
7.      Memchoubi. 2004. Autoerotic Hanging Brought As a Case Of Suicidal Hanging. Department Of Forensic Medicine, Manipur
8.      Stone, Geo. 2007. Hanging And Strangulation. www.suicidemethods.net
9.      Stemberga, Valter. 2007. Propane-Associated Autoerotic Asphyxiation:Accident Or Suicide. Deparment Of Forensic Medicine
10.  http://digilibpetra.ac.id. Fenomena Homoseksualitas (2008)
11.  http://telecomassociation.com. The Autoerotic Asphyxiation Syndrome In Adolescent And Young adult Males

Tidak ada komentar:

Posting Komentar